Puisi
Sastra
Semuanya, lalu menghilang begitu saja
Saat ini, pikirku terpaku oleh janji manis dalam kenangan
Sesaat sanubariku terluka, waktu terbuang menunggu janji belaka
Kumpulan Puisi Kritik Sosial || Ricard Jundu
Jumat, 04 Maret 2022
Ilustrasi: pixabay.com |
Debu di Musim Angin
Lupa, kapan terakhir melakukan hal bodohTertawa sendiri, lalu banyak waktu terbuang percumaDulu, pengorbanan tak boleh dianggap remehKini, hanyalah kisah penuh remah luka
Kisah hayalan para pemimpiLalu, jadi bahan candaan tanpa hentiKisah masa lalu yang bergulat dengan janji Hanya bisa diresapi, berharap sang waktu menghantarnya pergi
Mengapa dulu kau masuk dan merasuki?Pikiran ini sempit, terhimpit manisnya janjiJanji yang penuh dengan debu di musim anginSinggah sebentar dan kembali pergi
@Ruteng, Januari 2022
Hubungan Retak
Duhai rakyat, kekasih penguasa
Kau disayang, dimanja, dan dicinta
Layaknya bunga oleh kumbang yang menggoda
Ternyata semua itu fana
Di sini, rakyat penuh kerinduan
Di sana, penguasa penuh hawa nafsu
Rakyat menyuarakan kepenatan
Penguasa mengelak dengan rayuan palsu
Ada yang salah dalam hubungan ini
Rakyat mencinta tanpa kepastian
Penguasa menjerit, seolah terbebani
Dari dulu juga begitu tanpa perubahan
Rintihan ini begitu perih, jauh sampai ke lubuk hati
Tapi ditindih argumentasi sejuta narasi
Sampai kegaduhan pun tak sanggup melerai
Hubungan kita retak sampai di sini
@Ruteng, Januari 2022
Ruangan Fana Tuanku
Dimensi waktu masih berjalan
Pelangi menghibur mata sesaat
Lalu hilang perlahan
Kembali lagi di saat yang tepat
Ah, tuan
Kau datang, lalu pasti pergi lagi
Tuanku, mau sampai kapan kau mengisi lumbung ini
Perlahan tikus kecil juga melahap dalam sunyi
Sampai tuanku terdiam, lalu tersakiti
Dunia ini fana, apalagi yang kau mau
Tuanku, sebaiknya kau sudahi maumu
Ruang gemerlap yang kau ciptakan juga selalu diburu
Karena yang lapar dan haus bukan hanya engkau, tuanku
Kembalilah ke doa ibu
Saat tuanku kecil dulu
Biarlah badai ego tuan berlalu
Karena tuanku harapan dari masa lalu
@Ruteng, Desember 2021
Narasi Jalanan
Sepintas terdengar, seperti suara buih di bebatuan
Nadanya menyejukkan hati tanpa irama yang mati
Kau juga pasti terpesona sampai jatuh
Katanya selalu lembut dengan janji tanpa henti
Berusaha untuk meyakini walau hanya ilusi
Jalanan ini jadi saksi atas ucap dari lidah tak bertulang
Teriakkannya membabi buta sampai semua terpana
Tentang aku yang kalian butuhkan
Tentang aku bukan penipu 5 tahunan
Tentang aku adalah utusan
Jalanan ini menjadi bukti kuat
Teriak histeris, ramai bagai petir menggelegar hebat
Membius keraguan hati rakyat
Selalu begitu, dari dulu juga begitu, rakyat selalu terpikat
Perubahan hanyalah kursi manja di gedung mewah
Rakyat tetap begitu saja
Jalanan itu dulu hanyalah bukti peninggalan janji manis yang terasa pedis
Rakyat selalu dibutakan oleh paras dan rayuan tanpa batas
Sayang seribu sayang masih tertipu dengan nada merdu
Dalam irama nada yang selalu sama
Narasi jalanan hanyalah rayuan belaka, bagai pria menggoda pujaan hati
Selalu terbuai dan terjatuh, lalu mendekat kembali tanpa ragu walau tertipu lagi
@Ruteng, Desember 2021
Jarum Patah
Sembari bersujud syukur, kuteriakan kemenangan
Sampai merinding, lalu meneteskan air mata
Sejenak, lelah terbayar dengan kepuasan
Sampai merinding, lalu meneteskan air mata
Sejenak, lelah terbayar dengan kepuasan
Semuanya, lalu menghilang begitu saja
Saat ini, pikirku terpaku oleh janji manis dalam kenangan
Sesaat sanubariku terluka, waktu terbuang menunggu janji belaka
Sumpah, hati terluka
Sakit rasanya, janji berbunga harapan palsu
Satupun harapan itu tak ada
Sakit rasanya, janji berbunga harapan palsu
Satupun harapan itu tak ada
Sia-sia pengorbanan mendulang suara
Serasa berat melupakan tapi harus dikenang
Sampai di sini, hubungan kita retak
Serasa berat melupakan tapi harus dikenang
Sampai di sini, hubungan kita retak
Suara lesuku biar tersimpan di hati
Suara lesuku biar menjadi sampah tak berguna
Sudahlah, cukup sampai di sini saja
Suara lesuku biar menjadi sampah tak berguna
Sudahlah, cukup sampai di sini saja
Selamat tinggal janji manis
@Ruteng, November 2021
Penulis merupakan orang yang suka jalan-jalan di pedalaman Flores - NTT. Penulis juga penyuka karya sastra dan seni, pegiat usaha mikro yang bergerak di ekonomi kreatif-bisnis digital dengan nama usahanya Flores Corner (naiqu, cemilan santuy, dan JND desain), serta pengajar di Unika Santu Paulus Ruteng. Hasil tulisan penulis sudah banyak dipublikasikan di berbagai media cetak dan online.
Previous article
Next article