Alasan Orang Tua Harus Berhenti Bertanya Juara Pada Anak
Ilustrasi orang tua memarahi anak. Sumber: pixabay.com |
Editor: Yati Kabut
Kebanyakan orang tua selalu bertanya juara berapa setelah menerima hasil belajar anaknya. Ada baiknya untuk berhenti bertanya "Juara berapa kamu?" Berikut alasannya.
Tulisan ini terinspirasi dari pengalaman pribadi dan juga sharing pengalaman dari beberapa orang tua kepada penulis. Kebanyakan anak-anak malu menjawab ketika orang tuanya bertanya "kamu, juara berapa?'
Sebenarnya, tidak ada yang salah dari pertanyaan juara berapa ini. Namun, kita perlu memperhatikan dampak lanjutan dari pertanyaan itu ketika anak terpaksa mejawab pertanyaan kita. Ada beberapa kemungkinan anak ragu menjawab pertanyaan kita.
Pertama, anak ragu menjawab karena nilai yang diperolehnya tidak sesuai keinginan orang tua. Kedua, anak-anak takut dimarahi orang tua karena ada nilai yang jelek atau banyak nilai yang jelek. Ini kemungkinan yang ada dalam benak anak ketika mendapatkan pertanyaan, kamu juara berapa.
Dalam kenyataan, tidak sedikit orang tua yang memarahi anaknya ketika mengetahui hasil belajar anaknya rendah. Bahkan, ada lagi orang tua yang membandingkan prestasi anaknya dengan anak tetangga atau orang lain.
Selain itu, kadang anak yang tidak mendapatkan juara juga diejek oleh teman, saudara, bahkan dari orang tuanya sendiri. Hal ini tentunya akan mengganggu mental dan psikologis sang anak. Tanpa disadari orang tua ataupun saudara sedang membuli sang anak.
Hal seperti itu biasanya terjadi dan menjadi efek lanjutan dari pertanyaan juara berapa tadi. Efek lanjutan seperti itu yang sebenarnya menjadi perhatian orang tua untuk tidak menanyakan prihal juara kepada anak.
Ketika anak sudah dipenuhi rasa takut dalam hidupnya maka akan mengganggu mental dan psikologisnya sehingga menyebabkan anak tertekan dalam menjalani proses belajar di kemudian hari. Proses belajar anak tentunya menjadi terganggu karena memikirkan bagaimana kalau semester berikut tidak juara lagi.
Pertanyaan untuk orang tua: apakah juara itu mempengaruhi kesuksesan anak kita kelak?
Dalam hal ini, tentunya menjadi juara tidak menjamin seseorang akan sukses di kemudian hari. Ada banyak fakta yang membuktikan hal itu. Bahkan, ada juga yang sering juara di masa kecilnya tetapi ketika dewasa tidak mencapai kesuksesan yang diharapkan orang tuanya (kalau penulis salah, boleh dikoreksi ya....hehehe).
Coba kita kembali lagi ke pertanyaan "juara berapa, kamu?". Apakah itu penting? Bagi penulis, itu tidak terlalu penting bagi sang anak karena berapa pun hasil pencapaiannya akan menjadi dasar bagi dirinya untuk berproses di kemudian hari.
Lalu, apa yang penting bagi anak? Okey, di sini penulis akan menjelaskan hal yang paling penting setelah anak mendapatkan hasil belajarnya. Kita sepakati dulu untuk tidak bertanya kamu juara berapa. Setelah kita sepakati itu barulah kita coba pertanyaan pengganti.
Pertanyaan penggantinya seperti "Apa saja yang sudah kamu kuasai, nak?". Pertanyaan itu akan memberi respon positif kepada anak dan akan memacu pikirannya untuk menjelaskan apa saja yang telah dikuasainya tanpa membebani mental dan psikologinya.
Dampak positif lanjutannya yaitu orang tua mengetahui secara langsung sejauh mana perkembangan dan kemampuan anaknya. Selain itu, orang tua juga mengetahui apa yang menjadi kesukaan anak untuk ditekuninya di kemudian hari.
Pertanyaan kamu juara berapa memang terkesan biasa saja bagi orang tua tetapi tidak bagi anak. Syukur saja kalau anak mendapatkan juara pasti akan dengan percaya diri menjawabnya. Hal ini tentunya berbeda bagi anak yang tidak mendapatkan juara.
Di sini orang tua harus memahami dari psikologis anak dan bukan dari pikirannya sendiri. Orang tua juga harus mengetahui bahwa anak akan berproses setelah mengetahui hasil belajarnya. Hasil belajar yang diperolehnya akan menjadi acuan bagi dirinya sendiri untuk berkembang ke arah yang lebih baik (secara alamiah).
Perkembangan anak tidak bisa diukur hanya dengan 1 atau 2 semester saja tetapi yang paling penting adalah bagaimana anak berproses ke depannya. Ketika orang tua mengetahui kemampuan apa saja yang dimiliki anaknya maka orang tua harus mendukungnya dan membiarkan anak menekuninya.
Orang tua juga harus tahu bahwa tidak ada anak yang tidak menginginkan juara. Semua anak pasti ingin mendapatkan juara. Namun, orang tua harus menyadari satu hal yaitu tidak mungkin dalam satu kelas semuanya juara. Jadi, kesampingkan prihal juara dan fokus pada apa saja yang menjadi keunggulan anak kita.
Dalam hal ini, orang tua harus merubah cara pandang bahwa juara bukanlah patokan penting tetapi yang paling penting adalah sejauh mana kemampuan anak dan apa saja yang perlu dipersiapkan untuk mendukung proses belajarnya.
Oleh karena itu, saran penulis yaitu berhentilah bertanya kamu juara berapa tetapi berusahalah untuk menggali informasi dengan memberikan pertanyaan yang bisa menggali sejauh mana perkembangan kemampuan anak.
@Red.pikiRindu