Cerpen Part 1 || Curhatan Hati Dalam Dunia Ilusi
(Sumber Latar: pixabay) |
Penulis: Harmino || Editor: Ricardus Jundu
Jika saya bisa memeluk gunung mungkin saya tidak memperjuangannya lagi,cintaku kepadamu. Cintaku kepadamu ibaratnya roti yang sudah lama simpan di dalam kulkas. Biarkan orang ketawa berbahak-bahak tentang roti itu, namun biarkan aku sendiri yang tahu bahwa sesungguhnya takutku ialah jika nantinya roti itu membusuk bila simpan bebas dimana-mana. Mungkin terbaiknya adalah biarkan roti itu menetap didalam kulkas.
Mungkin engkau bertanya mengapa engkau samakan aku sama seperti roti itu? Jawabku adalah kerena cintaku padamu selembut roti itu. Dan jika engkau bertanya lagi, mengapa simpan di dalam kulkas?. Jawabku singkat, sebab kulkas ialah ruang hatiku yang sudah terlanjur simpan wajah dan namamu.
Jika engkau bertanya sekali lagi, mengapa engkau takut jika roti itu simpan di mana-mana? Aku pun menjawab untuk terakhir kalinya, sebab aku takut roti itu membusuk serta menghilang, sama seperti diriku takut kehilanganmu. Maafkan aku telah mencintaimu dengan sepenuh hatiku, karena sesungguhnya aku mencintaimu dengan penuh perasaan atau cinta bukan menggunakan logika yang rasional itu.
Sekali lagi, saya mengatakan kepadamu, maafkan aku. Mungkin engkau heran bahkan ketawa dengan sikap bocilku dan keluguanku sebab sesungguhnya engkau sudah terlanjur simpan dalam hati dan pikiranku, meskipun dunia memaksaku untuk melupakanmu, tetapi saya percaya bahwa cinta adalah hal utama yang perlu diperjuangkan.
Jika darimu memaksakan aku untuk melupakan semua rasa itu, jawabku(sambil menghela napas): maaf sayang aku tidak bisa, jika engkau memaksa dan terus memaksa,tetap saja saya akan tetap dalam pendirianku bahwa aku betul-betul mencintaimu. sebab sesungguhnya, kertas putih yang terlanjur kena noda hitam karena coretan pena tidak akan bisa dihapus kembali. Sama seperti dirimu yang telah terlanjur simpan dalam memoriku.
Memoriku dipenuhi oleh namamu, pokoknya nama dan wajahmu terus, tidak ada yang lain. orang lain hanya kiasan semata yang datang lalu pergi lagi. Jika engkau bertanya lagi, mengapa ingin sekali kita dua pacaran? Yah, karena saya punya hati untuk mencintai. Dia pun bertanya lagi; apakah kedekatan kita selama ini tidak terlalu cukup untukmu? Sambil emosi dan berkata; sebab kedekatan kita selama ini hanya sebatas teman. Dia pun menjawab: oke fine, saya menerima sebagai pacarmu sekarang. Tetapi saya punya pertanyaan untukmu, bagaimana kalau kita putus terus renggang. Jawabku diiringi dengan air mata ; aku terima semua resikonya, apapun itu.
Setelah perkataanku itu, kami berdua pun menangis di iringi oleh lagu yang berjudul”aku diam’’. Setelah beberapa waktu dari tangisan itu, kami berdua pun lanjut lagi berbicara tentang isi hati, kemudian Dia pun mulai menjawabnya : aku tidak mau berpisah karena hal sekecil itu, sejujurnya aku mencintaimu hanya sebatas sahabat bukan pacar, dan engkau sudah tahu terlebih dahulu bahwa aku sudah mencintai orang lain. Dengan rasa terpaksa, aku pun menjawab: bagaimana dengan keberadaanku sekarang, apakah engkau tidak merasakan perbedaan?
Tetapi jawabnya adalah jika nantinya saya disakiti oleh dia, setidaknya engkau terakhir yang saya peluk untuk memberitahukan bahwa aku sedang sakit hati dan menderita karena dia. Aku langsung diam dan meninggalkanya dari tempat pertemuan itu.
Setiba sampai di rumah aku pun terus manangis dan terus menangis. Kadang saya mencoba untuk melupakan tentang kejadian itu tetapi nampaknya masih tetap saja melekat di dalam sanubariku. Namun bagaimana lagi nasi sudah jadi bubur, engkau telah mengatakannya bahwa saya hanyalah pelengkap semata saja. Ah, dasar bego aku! Aku terlanjur kecandu, kecandu karena dirinya.
Karena kegalauanku , tiba-tiba pada suatu hari saya duduk didalam keheningan malam, saya pun memandang salib Yesus sambil berdoa:”TUHAN YESUSKU, aku dikecewakan olehnya, dia telah menolak cintaku”(sambil menangis). Tiba-tiba yesus menjawab lewat suara hatiku sendiri, lalu berkata; HARMINO, sadaralah! Terimahlah dengan lapang dada dimana semestinya engkau sebagai pria sejati yang tangguh dan hebat. Karena sesungguhnya cinta tidak di haruskan untuk pacar tetapi diberikan untuk semua orang. Dari perkataan TUHAN YESUS membuat saya sadar. Dari kejadian itu pun saya mulai berubah dan tidak memikirkan dia lagi ibaratnya” es batu yang perlahan mulai mencair”(curahan hati dalam dunia ilusi). Bersambung...
***
Penulis merupakan seminaris Scalabrinian Ruteng