Cerpen Part 2 || Kisah Nyataku Bukan Lagi Ilusi
(Sumber Latar: pixabay) |
Penulis: Harmino || Editor: Ricardus Jundu
Sebelum membaca lanjutan cerita ini jangan lupa membaca part 1 sebelumnya, biar nyambung saja agar bisa memahami isi ceritanya. He...he...he...
PIKIRINDU.com- Satu tahun kemudian. Saya mulai mulai menapaki panggilan hidup membiara, set...set..., tunggu dulu! Inilah kisahku di dunia nyata, bukan lagi dalam dunia ilusi, oke!
Kita lanjut keceriteranya. Pada suatu ketika anak biara CS Ruteng berpastoral di stasi Robo. Robo merupakan stasi kecil dan sederhana tetapi dibalik kesederhanaan itu, kesadaran akan iman umat Stasi Robo sangatlah besar sebab mereka sangat antusias mengikuti perayaan ekaristi pada hari minggu.
Dari perayaan mingguan ini pun saya melihat bahwa ada yang istimewa yakni melihat dia untuk pertama kalinya bukan cuman melihat tetapi langsung jatuh dalam cintanya, apakah ini yang dinamakan jatuh cinta pada pandangan pertama? Hatiku mulai terpikat olehnya, cara untuk bisa melihat dirinya adalah melihatnya dari kejahuan. Wajahnya itu bikin saya terpana. Sambil geleng-geleng kepala serta senyum sendiri ibaratnya saya gila, et tunggu dulu, bukan gila benaran, yah! Artinya saya sadar akan kegilaan saya, sebab dia yang membuat saya jatuh cinta.
Sesampainya di biara saya pun masih mengingat dirinya yang imut itu, kadang saya menghayal ingin secepat memilikinya, tetapi yang menjadi keraguannya adalah saya belum berkenalan dengan dirinya. Mulailah saya berpikir (wajah penuh kebingungan). Bagaimana caranya supaya saya bisa berkenalan dengannya. Dalam hatiku mulai berkata Tuhanku cepatlah hari minggu lagi agar saya bisa misa di ROBO, di sisi lain juga agar saya bisa melihat dirinya lagi. Hari berganti hari, tidak sadar hari ini sudah hari minggu lagi.
Dalam hatiku mengucapkan terimah kasih kepada Tuhan sebab ia telah mengabulkan permintaan saya. Semangat pagi yang begitu menggelegar, suasana hati serasa terhibur oleh embun pagi. Pagi-pagi kami berangkat ke Robo, tetapi sebelumnya saya terlebih dahulu masuk kapela untuk berdoa agar perjalanan kami dari biara menuju Robo tiba dengan keadaan selamat di samping itu juga saya menyisipkan namanya dalam doaku agar nantinya saya bisa melihatnya lagi.
Sesampainya di Robo kami pun langsung masuk kapela dan duduk di sudut paling kiri, tanpa sadar ternyata dia juga duduk samping saya. Wao! Luar biasa (kataku dalam hati). Sebagai ganti sapaannya saya pun melemparkan senyumanku kepadanya, puji Tuhan ternyata dia juga membalasnya dengan senyuman manis yang tiada duanya di bumi ini. Sambil menghela napas, hati berkata: Tuhan inikah titipanmu? Awal sampai akhir misa pun curi pandangku terhadapnya tiada pernah jeda. Tanpa pikir panjang pun saya mendekatinya dan berjabat tangan dengannya lalu berkata: "hai, Selamat berhari minggu".
Ia pun menjawab: "halo kaks, selamat berhari minggu juga". Percakapan pun dimulai dengan perkenalan hingga akhirnya kami berdua pun tukaran kontak. Dalam hatiku berkata terima kasih Tuhan, engkau mengabulkan permintaanku. Setelah sekian lama kami bercerita tiba-tiba klakson mobil biara berbunyi, artinya kami akan kembali ke biara. Saya pun pamit dengannya.
Sesampainya di biara saya pun coba menghubunginya lewat WA, puji Tuhan responnya sangat baik dan nyambung. Ah, engkau memang sempurna tidak ada bedanya baik bicara empat mata maupun chat di WA, kataku dalam hati. Meskipun ketemu satu kali dalam seminggu setidaknya dia bisa hadir dalam hayalku setiap malam,dan juga sebelum tidurku. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, rasa ingin memilikinya tidak bisa dibendung lagi.
Saatnya untuk terus terang kepadanya. Suatu hari tepatnya hari sabtu, saya meneleponnya lewat WA guna menyampaikan isi hatiku yang kian lama simpan dalam hatiku. Lalu saya mengatakan sejujurnya bahwa saya mencintainya pada saat pertama kali bertemu. Namun, jawabannya sungguh mengagetkan sebab dia menolakku dengan alasan bahwa dia sudah punya pacar. Yang lebih menyakitkannya adalah ternyata dia pacaran dengan salah satu teman di biara. Saya langsung diam dan membisu ibaratnya bunga putri malu tiba-tiba layu karena kerasnya angin. Sungguh sangat kecewa, terlalu kecewa.
Kecewaku tidak bisa diredam kembali. Satu minggu aku terkurung dalam kesedihan diiringi oleh keheningan. Di dalam keheningan itu saya sering mendengarkan lagu yang berjudul “ sakit aku sakit, kalah ku mengalah”. Lagu ini selalu menemaniku pada saat patah hati. Satu bulan kemudian rasa sakit itu perlahan mulai menghilang dan juga wajahnya itu sudah mulai menghilang dari ingatanku ibaratnya warna baju mulai pudar dan kusam,Yang mana tidak di perlukan lagi.
Ah, aku lapar, berhenti dulu ceriteranya yah! Kapan-kapan kita ceritera lagi oke! Tapi jangan pernah bosan untuk membaca kelanjutannya! Bersambung...
Penulis merupakan seminaris Scalabrinian Ruteng